Friday, August 29, 2014

Tentang Mereka Yang Tidak Pernah Menyerah

Malang, 29 Agustus 2014

Pagi itu, adalah hari yang diawali seperti biasa bagi saya. Mengobrol santai dengan teman kantor paling favorit sembari menunggu komputer menyala. Mendadak, pintu ruangan kami diketuk dan salah satu supervisor serta staff memasuki ruangan.

Mereka menjelaskan bahwa mereka ingin meminta ijin untuk memajukan  jam kerja staff tersebut untuk beberapa hari, karena dia akan mengikuti ujian Paket C selama empat hari. Saya terpana. Hanya bisa terdiam ketika staff tersebut mengulurkan surat dari Dinas Pendidikan berisi permohonan ijin dan jadwal ujiannya.

Staff kami tersebut lelaki pendiam berusia 40 tahun yang bertugas untuk merawat kebun sehingga selalu terlihat berwarna-warni apapun musimnya, masih bersemangat untuk mengikuti ujian kelulusan kesetaraan SMA. Ujiannya akan berlangsung mulai pukul 2 siang, oleh karena itu, dia meminta ijin untuk masuk kerja mulai pukul 5 pagi sehingga bisa mengikuti ujian tersebut. Saya sempat bertanya kepadanya, “Pak, masuk kerja jam 5 pagi, pulang nanti khan jam 1 ya, jam 2 udah ujian. Apa nggak capek? Nanti nggak konsen lo.” Dan dia menjawab, “ya nggak apa-apa, bu, namanya juga kerja sama sekolah ya gini ini. Pasti bisa. Sudah biasa kok.”

Apakah kami menyetujui permintaannya? Tentu saja.

Setelah mereka meninggalkan ruangan kami, saya memulai seluruh rutinitas sebelum rapat harian dimulai. Tetapi, otak saya tidak mau berhenti berputar. Saya tertohok dengan percakapan singkat kami pagi itu. Bagaimana bisa, seseorang yang jauh lebih tua daripada saya, berkeluarga dan bekerja secara fisik masih mau untuk melanjutkan pendidikannya. Bagaimana bisa, seseorang yang terlihat sudah memiliki pekerjaan baik masih mau bersemangat untuk mendapatkan ijazah SMA yang bisa jadi tidak akan perlu dia gunakan. 

Dan mengapa saya, yang masih muda dan mampu, tidak bisa memiliki secuil semangat yang dia tunjukkan barusan.

Peristiwa pagi itu membuat saya membuka kembali kaleng doa saya malam itu. Semua permohonan, doa dan mimpi yang saya minta namun menguap sia-sia ketika saya kehilangan semangat untuk mengejarnya dan menjalani hidup seperti biasa-biasa saja.

Hari itu, saya terduduk di depan buku catatan yang sudah terbengkalai untuk entah berapa lama. Mencatat dan merajut kembali semua mimpi yang sempat saya lupakan. Karena pagi itu, saya mendapatkan peringatan, bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil untuk dikejar selama kita memang benar-benar menginginkannya.

Jadi, apa mimpimu? Karena mungkin mereka bukan tak teraih, mereka hanya menunggu semangatmu untuk menjadikan mereka nyata.

Cheers,
Amel

P.s : Dear Pak San, tulisan ini buat bapak. Terima kasih karena sudah memberi saya contoh luar biasa pagi itu.


No comments:

Post a Comment