Sunday, August 24, 2014

Pilihan

Malang, 24 Agustus 2014

Beberapa tahun yang lalu – 10 tahun yang lalu lebih tepatnya,  ketika lulus dari SMA dan dihadapkan pada pilihan untuk menentukan jurusan di perguruan tinggi, saya sempat bingung untuk menentukan apa yang ingin saya pelajari. Antropologi – mata pelajaran favorit saya karena bisa mempelajari budaya suatu suku ataupun bangsa – namun, universitas yang membuka fakultas antropologi saat itu hanyalah Universitas Cendrawasih, pilihan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tua saya karena jauh dan tak punya prospek masa depan kata mereka; ada  Akuntansi – karena saya merasa bahwa cukup mengerti mata pelajaran ini; ada komunikasi – fakultas baru di Universitas Brawijaya yang sedang menjadi tren tahun itu selain Desain Komunikasi Visual. Atau pilihan terakhir, hukum. Bukan karena saya menyukai undang-undang yang menurut saya ruwet, tapi karena menurut saya, jika kita mengetahui suatu peraturan dengan baik, maka kita bisa juga mengerti celahnya. Bukankah sebagian besar penjahat kerah putih adalah mereka yang sebenarnya lebih mengerti aturan daripada para orang awam? Sesederhana dan selicik itu.

Menjadi pilihan kedua saya ketika mengikuti ujian penerimaan mahasiswa baru di Universitas Brawijaya, Tuhan mengijinkan saya untuk mempelajari hukum selama 5 tahun (iya, 5 tahun, saking cintanya sama kampus dan belum sanggup menghadapi dunia nyata. Hahahahaha).

Di penghujung masa kuliah pun, ada pilihan yang harus saya putuskan. Salah satunya mau jadi apa saya setelah lulus. Hakim dan jaksa bukan pilihan untuk saya, terlalu abu-abu dan nggak punya uang. Saya bisa menjadi pengacara, benar ataupun salah, siapapun klien saya, mereka yang saya bela. Atau menjadi bagian pengelolaan sumber daya manusia. Saya kembali memutuskan, akan lebih baik jika saya menjadi seorang HRD daripada hakim, jaksa maupun pengacara. Toh pilihan tersebut masih membuat saya bekerja dan mengamati manusia.

Pilihan tersebut, baru mendapatkan kesempatan 4 tahun kemudian, setelah berkeliling ke beberapa kota. Tawaran untuk menjadi HRD tersebut diberikan oleh seorang teman lama, untuk bersama dia dan anggota tim yang lain menjadikan perusahaan yang dia miliki menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Saya pun menerimanya. Mimpi, cita-cita dan pilihan saya menjadi kenyataan.

Sepuluh hari yang akan datang, saya akan merayakan ulang tahun saya yang pertama di perusahaan ini. Di luar perkiraan saya, justru orang-orang yang bekerja bersama saya inilah yang mengajari saya begitu banyak hal. Pelajaran demi pelajaran saya dapatkan setiap harinya. Marah, ngomel, sakit hati, migrain sampai sakit lambung jadi makanan setiap hari. Tapi, semua itu terlupakan atau terlewati dengan mulus ketika saya mendapatkan partner kerja yang luar biasa, pimpinan yang bijaksana, bergelas-gelas kopi (almost no beer and ciggy for me in my hometown) dan tentu saja, obat migrain (ha!).

Tulisan ini adalah tulisan pembuka, karena dalam beberapa waktu ke depan, saya akan menuliskan beberapa pelajaran yang saya dapatkan selama saya bekerja dan bergabung bersama dengan tim yang luar biasa ini selama satu tahun terakhir. Tentang manusia, yang di balik semua penampilan mereka, punya cerita yang selalu menarik untuk diceritakan dan dijadikan pelajaran hidup bagi saya.

Karena seseorang pernah mengatakan bahwa hidup terlalu singkat untuk menjalani semua pembelajaran, yang baik maupun yang buruk. Sehingga yang bisa kita lakukan adalah belajar dari orang-orang yang ada di sekitar kita. Bukankah seseorang ada dalam kehidupan kita karena ingin mengajari kita sesuatu?

Cheers,
Amel

P.s : I dedicated this note for all of my ex-bosses (Mr. Andri, Mr. Tritan, Mr. Sherwin), without all of you, I never got this opportunity to reach one of my dreams today. What I've learnt from all of you yesterday, made who I am today. Special thanks for you, Mamak Bos, thank you for giving me this opportunity. I am so much blessed.

No comments:

Post a Comment