Sunday, October 19, 2014

Walk In Other People's Shoes



Malang, 12 Oktober 2014

Draft tulisan ini sudah ada di kepala saya sejak beberapa minggu yang lalu. Namun, karena satu dan lain hal, saya baru bisa menuliskannya hari ini. Ruangan tempat saya menulis kali ini hiruk pikuk dan dipenuhi bau pizza dan kopi dengan obrolan milik pengunjung yang datang dan siaran pertandingan bola yang dipasang pada volume rendah.

Beberapa waktu yang lalu, ketika saya memanggil salah seorang staff karena absensinya, penjelasan saya dipotong di tengah-tengah dengan kalimat, “oke, lebih baik tidak perlu dijelaskan panjang lebar karena saya memiliki pekerjaan yang jauh lebih penting dibandingkan masalah absensi yang sepele seperti ini.”

Saya tertegun dengan jawaban tersebut, kemudian tersenyum.

Di awal saya memasuki dunia perhotelan, saya cenderung menjadi manusia apatis yang cuek bebek. Buat saya, saya memiliki deskripsi pekerjaan tersendiri yang harus saya kerjakan, seperti juga semua rekan kerja yang lain. I do my own business and you do your own. If we got complaint from the guest, well, too bad, but it’s definetely not my business.

Bad attitude, eh? Banget!

Semua itu berubah dengan kedatangan #PapiBos saya.

Berbeda dengan pimpinan sebelumnya, di bawah kepemimpinan #PapiBos ini kami belajar untuk berpikir dan bekerja sebagai sebuah tim. Kalimat favorit dari beliau adalah, “if one department is suffer, then all of us suffering.” Buat saya, beliau seperti alarm rusak yang tidak pernah bosan mengingatkan kami mengenai pentingnya kerjasama antar tim. Tidak peduli anda bagian dari operasional tim atau back office tim. Kami diajarkan bahwa kami adalah sebuah kesatuan, tim. Titik.

Salah satu bentuk aplikasi kerjasama tim ini adalah ketika ada acara besar yang dilaksanakan di hotel atau pada saat hotel penuh dengan situasi back to back (tamu lama check out pukul 12 siang dan tamu baru masuk pukul 3 sore). Acara besar ini biasanya ada sekitar 200 orang tamu yang akan mengadakan acara di luar ruangan atau di convention kami. Pada saat-saat seperti itulah, kami semua – tidak peduli apapun posisi dan departemen anda – diharapkan untuk membantu.

Hasilnya? Sebagai personalia, saat ini saya cukup tahu bagaimana cara memoles peralatan makan, menata meja, melipat serbet dengan beberapa gaya, menuangkan air minum, dan membersihkan meja. Stripping linen dan making bed? No prob, I can help. Bikin ronde? I can...

Membantu rekan-rekan yang berasal dari departemen berbeda ini membuat saya memahami tuntutan kerja yang harus mereka hadapi setiap harinya. Menjadi waiter mungkin terlihat mudah, pada kenyataannya, saya membutuhkan 2 bungkus koyo hangat untuk saya tempelkan di sekujur tubuh yang pegal-pegal karena otot tertarik. Jadi roomboy yang cuma bersih-bersih itu ternyata beda jauh dengan kenyataannya. Ada berlapis linen dengan nama-nama eksotis yang beratnya... minta maaph banget, berat beud. Kalau anda ingin kurus tanpa perlu ikut keanggotaan gym, silakan melamar ke housekeeping department. Otot terbentuk, bobot tubuh berkurang, bentuk tubuh jadi seksi berotot.

Hari ketika saya mencoba berjalan menggunakan sepatu rekan-rekan kerja saya di bagian operasional adalah hari dimana saya belajar bahwa sebagai bagian dari sebuah tim, kami tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Kegagalan maupun kesuksesan dari sebuah departemen adalah kegagalan dan kesuksesan bagi semua. Karena dalam sebuah tim, tidak ada bagian yang terlalu kecil maupun terlalu besar, tidak ada bagian yang lebih penting dibandingkan bagian lainnya. Semua bagian, kecil maupun besar, semuanya penting dan terhubung satu sama lain. Tidak peduli seragam seperti apa yang anda kenakan.

Itulah mengapa, saya hanya tersenyum mendengarkan jawaban merendahkan yang dilontarkan staff tersebut.

Bisa jadi, karena saya merasa kasihan dengan dia yang tidak mengetahui esensi menjadi bagian dari sebuah tim.

Well, bekerja sebagai seorang personalia berarti harus mempersiapkan mental (plus kopi dan obat migrain untuk kram otak) bertemu dengan mereka yang unik karena melontarkan pertanyaan maupun pernyataan yang membuat saya selalu belajar hal baru, berpikir kembali sampai menggelengkan kepala. Apapun itu, saya bersyukur karena selalu mempelajari hal baru dan mereka memberikan inspirasi untuk tulisan-tulisan seperti ini.


Cheers,
Amel