Wednesday, June 26, 2013

Aleph



Jakarta, 26 Juni 2013

Saya adalah penggemar berat Paulo Coelho. Pengenalan saya terhadap karya-karya beliau bisa dibilang baru. Namun, seperti kata ayah saya,  tidak pernah ada kata terlambat atau terlalu dini untuk mengenal sebuah karya sastra. Dimulai dari Eleven Minutes (yap, bukan The Alchemist seperti kebanyakan orang), saya jatuh cinta terhadap karya-karya beliau. Dari sekian judul buku yang ditulis dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, memang belum semuanya saya baca, tapi saya berusaha untuk membaca semua karya yang beliau tuliskan, tidak hanya yang sudah diterjemahkan, tapi juga tulisan-tulisan pendek yang beliau muat di blog-nya (www.paulocoelhoblog.com).

Secara umum, saya adalah pecinta buku. Kegemaran yang diturunkan oleh ayah saya. Saya bisa membeli setumpuk buku yang menarik minat saya, menyampul dan menandatanganinya, dan kemudian meletakkannya di rak atau samping tempat tidur sampai saya merasakan keinginan untuk membaca buku tersebut. Hal ini juga berlaku untuk buku terbaru Mr. Coelho yang baru-baru ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya membelinya di akhir Mei lalu, tapi membacanya baru-baru ini.

Aleph, adalah huruf pertama dalam alfabet kuno. Alpha. Yang pertama. Sebuah permulaan. Secara umum - karena saya tidak akan membuat catatan ini sebagai suatu resensi - buku ini bercerita mengenai pengalaman Mr. Coelho yang sedang tidak tahu apalagi yang harus beliau lakukan untuk benar-benar hidup. Gurunya mengatakan bahwa untuk tetap merasakan hidup, dia harus kembali ke masa lalu untuk hidup di masa ini. Berbekal petunjuk dari gurunya dan berkat dari istrinya, dia melakukan serangkaian acara penandatanganan buku di banyak kota dengan kereta api Trans Siberia.

Perjalanan tersebut memiliki arti yang jauh lebih dalam daripada perjalanan bisnis. Mr. Coelho sedang melakukan perjalanan untuk mencari pengampunan dari tindakan-tindakannya di masa lalu. Hasil inkarnsinya ratusan tahun yang lalu.

Bagi saya, membaca adalah meditasi hening saya. Ada banyak ide yang seringkali melintas di benak saya ketika saya membaca suatu artikel atau tulisan panjang atau jawaban akan pertanyaan yang saya ajukan, tidak hanya pada diri saya sendiri tapi juga pada semesta. Dan seperti apa yang tertulis, jawaban akan datang ketika diminta, pada saat yang tepat. Kali ini, Aleph adalah buku yang memberikan jawaban itu bagi saya.

Jawaban mengenai pengampunan dan mengampuni.

Aleph memberikan poin utama terhadap perjalanan mencari pengampunan. Tetapi tidak hanya sampai di situ, melalui buku ini, saya belajar bahwa ampunan diberikan ketika kita mau menerima berkat ampunan itu dengan lapang hati dan pada situasi tertentu, memberikan ampunan terhadap orang atau peristiwa yang sudah menyakiti kita. Karena lewat pengampunan dan mengampuni tersebut, langkah untuk perjalanan hidup yang akan datang menjadi lebih ringan.

Membaca buku ini bagi saya sangat emosional. Ada begitu banyak hal yang sangat benar sampai-sampai begitu menyakitkan. Dan dari sanalah saya belajar.

Saya berharap siapapun yang membaca catatan mengenai Aleph ini suatu saat juga akan membaca salah satu karya Mr. Coelho ini. Mungkin tidak sekarang, mungkin ketika memang saatnya tepat. Dan saya berharap, ketika anda membaca buku ini, anda akan mendapat pelajaran yang luar biasa seperti saya, atau mungkin lebih.

Cheers,
Amel

P.s : Ada beberapa kata atau doa atau cerita luar biasa yang dimasukkan oleh Paulo Coelho dalam bukunya, Aleph. Salah satunya yang berkesan bagi saya adalah Doa Pengampunan Hilal yang saya masukkan dalam blog / note di facebook sebelum catatan ini. Akan ada beberapa lagi yang saya cantumkan dalam post yang saya publish selanjutnya. Akan tetapi, akan jauh lebih menyenangkan apabila anda membeli bukunya langsung dan membaca langsung. :)




Monday, June 24, 2013

Doa Pengampunan Hilal



Aku memiliki kemampuan mencintai, terlepas dari apakah aku balas dicintai

Kemampuan memberi, bahkan saat aku tidak punya apa-apa

Kemampuan bekerja dengan bahagia, bahkan di tengah kesulitan-kesulitan

Kemampuan mengulurkan tangan, bahkan saat aku benar-benar sendirian dan diabaikan

Kemampuan untuk mengusap air mata, bahkan saat aku menangis

Kemampuan percaya, bahkan saat tidak seorang pun percaya padaku.

Demikianlah adanya. Demikianlah hendaknya


Aleph - PauloCoelho