Sunday, July 31, 2011

1000 Mimpi

Surabaya, 31 Juli 2011

Satu tulisan lagi yang saya mulai (dan mudah-mudahan sekaligus selesai) di restoran siap saji 24 jam. Tapi kali ini, tulisan ini dibuat di siang hari. Di tengah keriuhan keluarga-keluarga yang makan bersama dan bau ayam goreng yang menusuk hidung. Saya, sudah makan, dan ke restoran ini untuk menunggu motor saya yang sepertinya perlu banyak perbaikan (meringis).

Ide tulisan ini saya dapatkan ketika saya duduk di tempat saya menulis semalam. Saya duduk menghadap dinding, dengan lukisan lucu sepanjang dinding dengan tulisan yang mendadak membuat saya mewek. Tulisan dalam lukisan itu adalah : Dreams are free, so free your dreams.

Saya ingat, saya pernah membaca bahwa menjadi orang dewasa berarti menjadi serius. Menjadi serius karena rutinitas yang selalu dijalani dari waktu ke waktu. Seringkali menjadi dewasa berarti melupakan mimpi yang kita miliki dan mulai hidup secara realistis. Saya menemukan bahwa terkadang hal tersebut membuat frustrasi. Bukan khayalan unyu seperti mimpi bisa terbang tanpa memiliki sayap, tapi mimpi untuk suatu hal yang lebih baik. Salah satu contohnya adalah, saya punya mimpi untuk melanjutkan sekolah ke Belanda, salah satu hal paling dekat yang saya lakukan untuk meraih mimpi tersebut adalah dengan belajar Bahasa Belanda. Ada beberapa orang yang mengatakan, buat apa saya mengambil kursus bahasa Belanda yang tidak terlalu berguna dibandingkan dengan mengambil kursus bahasa asing lain yang lebih mendunia, bahasa Mandarin contohnya. Jujur, saya sedikit jengkel dengan kata-kata mereka semua. Mereka tidak tahu apa mimpi saya, mereka yang hanya mengenal saya sekedar nama tapi dengan penuh percaya diri menghakimi mimpi yang saya miliki.

Dibesarkan di keluarga dan lingkungan yang mempercayai bahwa semua mimpi bisa menjadi kenyataan dengan kerja kerasa dan berpikir positif, saya tidak bisa menerima begitu saja ide bahwa usaha yang saya lakukan untuk meraih mimpi adalah sia-sia. Karena saya percaya bahwa meskipun ada mimpi yang tidak kesampaian, tapi selama saya sudah berusaha secara maksimal, entah kapan dan bagaimana pelajaran itu akan berguna. Seperti salah satu quote favorit saya yang berbunyi, “make a decision, if it’s right, you’ll success; if it’s wrong, you’ll learn”.

Dari pengalaman saya belajar bahasa tersebut, saya belajar bahwa lebih baik diam daripada menghina mimpi orang lain. Kalau saya bisa mendukung mimpi tersebut, saya dukung; kalau tidak bisa, lebih baik saya diam. Karena sekenal apapun saya dengan seseorang, terkadang saya tidak tahu seberapa berartinya mimpi tersebut bagi orang tersebut. Jadi, dalam salah satu program terapi jiwa saya sebulan ke depan adalah membuat papan mimpi saya penuh kembali. Merancang kembali mimpi-mimpi saya untuk tujuan hidup saya. Kali ini dengan tambahan keyakinan, bahwa saya akan bisa mewujudkan mimpi-mimpi saya.

Jadi, ambil pulpen dan notes atau lappy tersayang anda, mulai tuliskan mimpi-mimpi Anda dan perjuangkan. Because it’s worth enough to fight for....

Cheers,
Amel

Attraversiamo


Surabaya, 30 Juli 2011

Tulisan kedua di malam yang semakin larut ini. Lampu di gedung tua di seberang saya entah mengapa semakin romantis (meskipun sejarahnya sangat jauh dari romantis :D). Kayaknya otak saya sedang mengalami proses pembakaran karat yang selama ini numpuk gila-gilaan. Yeah, karena saya sedang dalam masa transisi, masa pindahan.. dari yang sibuk menggila jadi santai menggila. Saya akhirnya memutuskan untuk menuntaskan ide-ide untuk tulisan menjadi tulisan yang sesungguhnya. Sangat menyenangkan ternyata menulis kembali. :D

Saya punya beberapa hobi yang sudah ada sejak kecil dan masih saya sukai hingga saat ini, salah satunya adalah membaca. Hobi yang diajarkan dan ditularkan oleh Ayah saya tercinta (dan saya sangat bersyukur untuk hal tersebut). Saya menyalahkan Ayah saya 100 % untuk kecanduan saya terhadap kecintaan saya terhadap buku dan tulisan :D. Sejak saya bekerja, ada begitu banyak buku (98% di antaranya adalah novel) yang saya beli dan karena kesibukan saya, ada beberapa buku yang pada akhirnya terlupakan atau hanya dibaca beberapa bagian saja. Salah satu buku yang masih belum saya selesaikan adalah buku “Eat, Pray, Love” karya Elizabeth Gilbert.

Eat,Pray,Love adalah film dan buku yang mendadak booming. Kemunculannya sedikit banyak mencuri hati masyarakat Indonesia karena Ubud sebagai salah satu lokasi shooting. Saya menonton filmnya baru membeli bukunya. Tapi, saya selalu percaya bahwa buku selalu lebih detail dibandingkan film yang hanya berdurasi 1,5 jam. Melalui buku, saya bisa benar-benar berjalan dengan Liz Gilbert, mencerna perjalanannya di ketiga negara tersebut. Imajinasi saya sebagai manusia pisces cukup aktif untuk berbuat hal tersebut. Sayangnya, dari ketiga bagian buku tersebut, bagian yang sudah saya selesaikan (dengan susah payah) adalah bagian ketika Liz menceritakan hidupnya di Italia, the “eat” part.

Satu kata Italia yang melekat di benak dan hati Liz dan saya adalah “attraversiamo”. Bunyinya indah, saya suka dengan pelafalannya. Seperti begitu banyak kata dalam bahasa Italia lainnya, kata ini diucapkan dengan intonasi yang berapi-api. Menarik, seksi. Artinya sendiri, “mari menyeberang”, biasa diucapkan oleh orang Italia ketika mereka akan menyeberang jalan. Dari sisi jalan yang satu ke sisi jalan yang lain. Saya tidak pernah memikirkan kata tersebut (selain karena pelafalannya yang menurut saya eksotis) sampai hari ini.

Beberapa hari terakhir ini, ada ketakutan, keraguan dalam diri saya karena sebentar lagi akan jadi pengangguran (bahagia, untuk sebulan kedepan :D). Saya takut dan ragu, apakah saya akan bisa survive?? Setelah hidup yang cukup sibuk kemudian menghabiskan waktu dengan beristirahat total dengan pulang kembali ke rumah (dimana semua cinta berada dan akan selalu ada), apakah saya bisa cepat mendapatkan pekerjaan pengganti. Dan di tengah semua keraguan dan ketakutan saya ini, kata ini kembali muncul dalam benak saya. Attraversiamo. At – tra – ver – si – a – mo... Berulang-ulang, secara otomatis dalam benak dan hati saya. Mari menyeberang...

Saya menuliskan kata ini sebagai status di bbm, facebook dan twitter saya. Sampai seorang teman berkomentar di twitter : Ikuuuttt. Dan saya menjawab, “boleh, tapi harus berani seperti saya”. Dan saya terdiam. Itu jawabannya!!! Itu jawaban untuk semua keraguan dan ketakutan saya.... SAYA HARUS BERANI. Berani untuk keluar dari zona nyaman saya, keluar dari semua rutinitas saya untuk belajar hal-hal baru. Mulai lagi dari nol, untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Keluar dari tempurung saya untuk melihat dunia yang lebih luas dan belajar tentang hidup.

Sembari membuat tulisan ini, saya mengingat percakapan dengan beberapa orang yang berbeda mengenai keinginan saya untuk pindah pekerjaan dan pindah kota ini, mereka semua memberikan semangat dan salah satu kalimat indah yang teman saya katakan adalah, “mungkin yang kamu lihat adalah kegelapan, tapi bukannya waktu tergelap di malam hari adalah saat sebelum fajar? Tabahkan hatimu, dan kamu akan melihat terang.”.

Jadi, saya mengumpulkan doa dan ucapan penyemangat hati dari semua orang yang saya kenal dan entah bagaimana berbincang dengan saya dan pada akhirnya menguatkan hati saya untuk menyeberang. Saya juga mengumpulkan semua kepingan pelajaran berharga yang saya dapatkan dalam perjalanan hidup saya dalam dunia kerja ini, belajar dari semua itu dan menjadikannya dasar untuk menjadi manusia yang lebih baik.

So, attraversiamo...

Cheers,
Amel

Saturday, July 30, 2011

Bersyukur

Surabaya, 30 Juli 2011

Salah satu tulisan di penghujung bulan Juli. Salah satu bulan favorit saya. Saya membuat tulisan ini di tengah hiruk pikuk anak kecil yang bermain, yang ternyata tidak bisa diredam meskipun saya sudah menggunakan head set dengan volume penuh, di restoran fast food 24 jam. Jadi, tulisan ini saya mulai dengan bau ayam goreng yang menusuk hidung ditemani satu gelas besar coke (meskipun saya sedang batuk).

Anyway, beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan salah satu papi bos saya untuk membicarakan mengenai keputusan resign saya. Kalimatnya yang menohok saya adalah, “Saya dulu sering membaca statusmu yang mengucap syukur. Kenapa sekarang tidak pernah lagi?” Damn!!! Rasanya seperti ditampar teflon tepat di jidat. Saya dipaksa untuk menilai kembali hidup saya beberapa bulan terakhir ini... Well, mari berkata jujur... Sepanjang tahun 2011 ini.

Perjalanan pulang selama setengah jam dari tempat pertemuan kami tersebut dan sesampainya di kost, saya menilai kembali hidup saya belakangan ini, apakah benar saya kurang bersyukur seperti yang papi bos saya itu katakan. Dan jawaban jujur yang kembali menusuk hati saya adalah, ya... saya kurang bersyukur. Saya menghitung kembali berkat yang saya terima dan ucapan syukur yang saya keluarkan, dan hasilnya minus (meringis dan mengaku bersalah). Kenapa bisa begitu?? Ya, saya mengawali twit saya setiap pagi dengan mengucapkan selamat pagi pada Tuhan saya, tapi tak pernah benar-benar mengucapkan salam padaNya dengan doa pagi. Lebih penting menjawab twitter, sms ataupun email yang masuk. Akhirnya rutinitas doa pagi pun seringkali saya lewatkan. Dan setelah menjadi manusia sombong selama ini (karena dengan pede jayanya saya menganggap tidak membutuhkan doa dan ucapan syukur untuk survive menjalani hari), saya menyadari... kekuatan saya untuk menjalani hari demi hari dengan segala kesusahan yang menghadang adalah hasil dari doa dan ucapan syukur saya bertahun-tahun lalu atau doa dari kedua orang tua saya, bukan hasil kekuatan saya.

Meskipun saat ini saya belum menjalani rutinitas saya sebagai umat kristiani yang baik, dengan cara berdoa dan berwaktu teduh secara rutin, paling tidak saya belajar (lagi) untuk bersyukur. Memulai pagi dengan ucapan syukur masih diberi nafas untuk melanjutkan hidup, syukur masih bangun dengan keadaan sehat dan seabrek ungkapan syukur yang bisa saya panjatkan sepanjang hari karena diberi hidup dan bisa menjalaninya oleh Gusti Allah tersayang. Sekali lagi, saya diingatkan, bahwa ada banyak hal yang pantas disyukuri, bahkan kejadian yang terlihat seperti hal yang buruk bagi hidup saya. Bersyukur, karena rencanaNya bukan rencana saya, apapun yang Ia berikan pada saya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu yang berguna bagi saya.

Jadi, sudahkan Anda bersyukur hari ini? Saya sudah... berkali-kali... and it feels so good.

Cheers,
Amel

Wednesday, July 20, 2011

Surprises

Jakarta, 15 Juli 2011
Twit pertama saya pagi ini adalah : Selamat Pagi, Tuhan Yang Selalu Memberikan Kejutan Yang Luar Biasa. Pagi ini juga, saya mendapatkan notifikasi di facebook yang memberitahukan bahwa teman saya di bangku kuliah yang juga teman satu SMA saya sudah menulis bukunya sendiri. Menurut saya ini semua luar biasa khan? Semua kejutan yang terjadi dalam hidup kita, entah memberikan warna-warni yang cerah atau warna pekat, yang jelas, semuanya akan memberikan warna dalam perjalanan hidup yang diberikan pada kita ini.

Ketika saya membuat keputusan untuk meninggalkan pekerjaan yang saya jalani hampir selama dua tahun terakhir ini, saya mendadak merasa sangat tua. Mengapa? Karena ketika saya melakukan pekerjaan yang sangat menuntut dan membutuhkan 12 – 18 jam sehari ini, saya secara perlahan menjadi terlalu bertanggung jawab dan lupa bagaimana rasanya menjadi anak kecil. Saya merasa dalam setiap detik yang saya lalui, harus selalu siap memikul semua beban dalam setiap keputusan yang saya ambil. Saya lupa rasanya untuk bersenang-senang dalam menjalani hidup, kebahagiaan merasakan suatu kejutan dalam hidup dan merayakannya.

Kejutan dalam hidup, tidak selalu menyenangkan karena terkadang menyedihkan atau bahkan menimbulkan berbagai macam perasaan tidak enak dalam hati kita. Tapi menurut saya, kejutan-kejutan tersebut seperti petasan yang membuat malam yang biasa meledak dengan suara dan warna-warninya. Awalnya pasti terkejut, tapi pada akhirnya kita tertawa karena mengajarkan kita untuk tidak terlalu serius dalam menjalani hidup. Kejutan itu mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan kita, tetapi terkadang bersinggungan, misalnya peristiwa yang saya berikan di awal tulisan ini. Entah mengapa (mengingat saya hanya teman biasa, dan tidak memiliki kedekatan atau hubungan khusus dengan teman yang menulis buku tersebut), saya ikut senang dan bangga dengan teman saya itu, karena saya tahu dia seseorang yang cerdas dan pantas mendapatkan penghargaan dalam bentuk diterbitkannya buku tersebut.

Menutup tulisan ini, mendadak saya teringat dengan jawaban dari Ibu saya ketika saya mengatakan untuk keluar dari pekerjaan saya tanpa memiliki pekerjaan cadangan adalah : nikmati waktumu untuk beristirahat dan kumpul dengan semua keluargamu disini, kadang hidup memberikan kejutan yang tidak pernah kamu sangka dan akan membuatmu tertawa. My mom, the best mom in the world and wise mom in the world. So, lift your glass, says “cheers” and enjoy your life.

Cheers,
Amel

Monday, July 18, 2011

Trust Fall

Jakarta, 14 Juli 2011

Saya memulai tulisan ini dengan mata separuh terpejam, di atas tempat tidur yang diberikan dengan kebaikan teman-teman dari perusahaan rekanan di handphone pinjaman dari kantor dan menyelesaikan tulisan ini di bandara Soekarno Hatta, menunggu pesawat yang ditunda satu jam dari waktu yang seharusnya.

Keluar dari pekerjaan yang saya geluti dengan sepenuh hati selama 2 tahun terakhir ini, tanpa ada cadangan pekerjaan apapun hanya dengan keyakinan penuh bahwa hidup saya akan baik-baik saja, bisa dibilang cukup gila oleh sekitar 95% populasi di dunia. Ada beberapa saat dimana saya benar-benar berpikir pun, saya akan mengatakan bahwa saya gila. Melepas pekerjaan, dengan sedikit cadangan tabungan dan kembali ke rumah orang tua saya untuk beristirahat selama sebulan. Kalau saya punya kembaran yang datang dari masa lalu dan melihat apa yang saya lakukan hari ini, maka tak diragukan lagi, saya akan berteriak kepada diri saya sekarang : ARE YOU OUT OF YOUR MINDS???? Dan saya akan cekikikan melihat diri saya yang dulu kebakaran jenggot (gambaran ini cukup lucu di kepala saya :D). Tapi keputusan yang saya ambil ini, tidak saya sesali. Sama sekali. Saya tahu pasti bahwa akan lebih sehat bagi jiwa, hati dan otak saya apabila saya keluar dari perusahaan yang begitu saya cintai tetapi juga menyakiti hati dan jiwa saya ini. Dan ini adalah hal terakhir yang saya pikirkan dan rasakan sebelum jatuh tertidur di hotel bintang lima ini.

Di pagi hari, ketika pertama kali membuka mata, saya sadar apa yang sedang saya lakukan. Ya, saya sedang bermain trust fall dengan Tuhan. Ada yang pernah tahu mengenai permainan ini? Permainan lama dan terlihat sederhana. Kita diminta untuk naik ke suatu tempat yang lebih tinggi dan menjatuhkan diri ke belakang sambil menutup mata dan mempercayai bahwa teman atau pasangan saya yang ada di bawah, akan menangkap saya dan tidak membiarkan saya jatuh dan kesakitan. Permainan ini terlihat sederhana karena seolah-olah yang diperlukan hanyalah menutup mata. Tapi sebenarnya sangat berat, karena kita harus belajar mempercayai orang yang akan menangkap kita.

Permainan trust fall saya kali ini bersama Tuhan. Untuk kesekian kalinya dalam hidup saya, dan jujur saja, ini yang paling parah, saya dituntut untuk mempercayai rencanaNya dan manut. Apapun konsekuensinya, saya harus dengan legawa menjalaninya. Yakin dan percaya, Ia, sang pemilik hidup sudah merancang jalan hidup saya dengan luar biasa; dan saya, hanya perlu menjalani jalan yang Ia tentukan dan belajar dalam setiap langkah yang saya ambil. Dan Papi J, dengan begitu luar biasanya... memberikan saya keluarga terbaik yang bisa dimiliki oleh seorang anak, karena apapun langkah dan keputusan yang saya ambil, Papi J dan keluarga saya, dimanapun mereka berada, akan selalu mendukung saya dan memeluk setiap kali butuh pelukan.

Jadi, yang saya lakukan sekarang adalah : menegakkan kepala, memantapkan langkah, memohon berkat dari orang-orang yang saya sayangi, dan percaya bahwa jalan yang saya ambil adalah jalan terbaik, tidak akan ada bahaya dan malapetaka yang menimpa saya karena Ia yang memilihkan jalanan untuk saya.


Cheers,
Amel


P.s : peluk sayang untuk Papa, Mama, Adit, Andin, keluarga di Jakarta, Iva, Memet, Mbak Wulan, Ines, Endang, Om Iwan, Om Sam serta entah siapa saja yang menyemangati saya dan membuat saya berani dalam menjalani keputusan ini.

“Karena jalanKu bukanlah jalanmu dan rancanganKu bukanlah rancanganmu...” (matur sembah nuwun, Gusti... Sujud syukur)