Monday, March 26, 2012

Monday's Child Poem


Mondays child poem


Mondays child is fair of face,
Tuesdays child is full of grace,
Wednesdays child is full of woe,
Thursdays child has far to go,
Fridays child is loving and giving,
Saturdays child works hard for his living,
And the child that is born on the Sabbath day
Is bonny and blithe, and good and gay.

Sunday, March 25, 2012

Maret, Perayaan Dan Perjalanan...



Malang, 25 Maret 2012

Malam terakhir saya di kota kelahiran tersayang ini sebelum kembali ke ibukota yang pengap. Belajar mengetik di lappy baru adik laki-laki saya yang berwarna biru.  Saya membuat tulisan ini di meja makan, meja favorit untuk menulis… mulai dari membuat catatan-catatan untuk blog sampai dengan pembuatan skripsi saya lakukan di meja yang saat ini tengah keberatan makanan hasil masakan ibu saya tersayang.

Liburan nyepi kali ini saya gunakan untuk kabur sejenak dari kesibukan saya sehari-hari dengan cara pulang kampung. Kabur dalam arti yang sebenarnya, karena saya membolos sejak hari Kamis sampai dengan Senin besok. Dengan alasan sakit (yang hanya separuh benar, karena maag saya sudah kambuh sejak seminggu yang lalu), saya pulang ke rumah orang tua saya yang menjanjikan banyak pelukan, tawa dan kehangatan keluarga yang sangat terkenal itu. Saya terbangun di hari Kamis lalu dengan mengantuk setengah mati, hasil tidak tidur dengan nyenyak sejak beberapa minggu yang lalu, tapi semangat luar biasa. Hasilnya, saya sudah ada di bandara sejak pukul 6.30 pagi meskipun pesawat saya baru akan berangkat pukul 10.30.

Empat jam berada di bandara membuat saya teringat beberapa Maret yang lalu, sejak tahun 2009 lebih tepatnya, saya menyadari, Maret selalu menjadi bulan yang istimewa untuk saya. Beberapa orang mengatakan bahwa Maret itu bulan seret (seret = sulit; bahasa Jawa), tapi buat saya, Maret adalah bulan perayaan dan perjalanan. Perayaan karena saya berulang tahun di bulan Maret (saya dengan bangga mengakui bahwa saya adalah manusia Pisces sejati ). Selain saya, kebetulan juga adik laki-laki saya berulang tahun di bulan ini, selang delapan hari sejak tanggal ulang tahun saya yang membuat kami berjarak 5 tahun 8 hari. Saat-saat penantian di bandara membuat saya menyadari, Maret selalu menjadi bulan perjalanan buat saya ditilik dari kilas balik saya sejak tahun 2009 yang lalu.

Pada tahun 2009 yang lalu, saya merayakan ulang tahun saya di Jakarta, sambil mencari data di kantor Telkom di Jl. Gatot Subroto itu. Tahun berikutnya, Maret menghadiahkan Bali kepada saya, bertemu dengan teman baru dan jatuh cinta kepada #vleermuisman. Maret 2011, membawa saya mengalami perpindahan musim dingin ke musim semi di Guangzhou, Cina (saya harus berterima kasih kepada kantor lama saya untuk perjalanan ini :D) . Dan tahun ini, saya dibawa pulang kembali ke rumah di pertengahan bulan dan ke Surabaya di penghujung bulan.

Saya selalu menyukai perjalanan, karena dalam prosesnya, saya akan selalu mendapatkan pelajaran berharga. Pelajaran mengenai hidup itu sendiri, yang saya harapkan bisa membuat saya menjadi seseorang yang lebih baik daripada sebelumnya; berkenalan dengan orang-orang baru, yang saya percayai hadir dalam hidup saya untuk mengajarkan saya sesuatu; bahkan terkadang memberikan jawaban untuk kebimbangan hati. Bagi saya, perjalanan selalu memberikan suatu hadiah yang berharga. Saat-saat untuk mencari jawaban dalam langkah-langkah yang terjadi di luar rutinitas. Menemui hal baru, melihat manusia dan mendapatkan jawaban darinya.

Perjalanan, selalu membawa saya melihat berbagai hal yang berbeda dengan hal yang saya lihat dan kerjakan. Ketika yang saya lihat lebih buruk daripada yang saya lihat dan kerjakan setiap hari, saya diminta untuk bersyukur atas apa yang saya miliki. Dan ketika saya diberi pemandangan yang lebih baik daripada yang saya lihat, rasakan dan kerjakan setiap hari, buat saya, itu berarti saya diberi gambaran untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Buat saya, dalam sebuah perjalanan, saya (diminta untuk) berproses, berproses untuk menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. Dan itu yang membuat suatu perjalanan menjadi sesuatu yang istimewa.

Saya percaya, masih akan selalu ada Maret-Maret lain yang akan membawa saya berkelana dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Dan memberikan banyak pelajaran hidup dan orang-orang baru luar biasa yang saya temui dalam perjalanan tersebut.

Baiklah, ibu saya tercinta sudah selesai dengan semua masakannya, saya harus bersiap-siap makan malam di jam luar biasa seperti ini. Saya berharap, anda semua yang membaca note ini memiliki perayaan dan perjalanan di hidup anda, serta menemukan sesuatu dalam prosesnya. Mungkin tidak harus di Maret seperti saya, tapi mungkin di saat-saat lain.

Cheers,
Amel

Tuesday, March 20, 2012

What Doesn't Kill You Will Makes You Stronger

What Doesn't Kill You Will Makes You Stronger, Stand A Little Taller... What Doesn't Kill You Will Makes You Stronger, Makes A Fighter...


Monday, March 5, 2012

Belajar Mendengarkan



Jakarta, 3 Maret 2012

Tulisan ini saya buat di dalam kamar kost saya. Sesuatu yang cukup jarang terjadi, mengingat biasanya hal yang saya lakukan dalam kamar ini hanya tidur, membaca dan beberes. Jarum jam di samping kipas angin menunjukkan pukul 11. 37. Hampir tengah malam. Tapi entah kenapa, saya malas untuk tidur. Meskipun migraine saya masih melanda dan sudah menenggak obat untuk mengusir penyakit yang luar biasa menyebalkan itu. Mata, tangan dan otak saya ternyata memiliki rencana lain.

Ide untuk menulis mengenai hal ini terjadi di saat paling inspirasional. Ketika kepala saya diguyur oleh air dingin secara konstan hampir satu jam yang lalu. Saat inspirasional, seperti 10,000 manusia lain di planet ini.

Di kantor, ruangan saya berada di lantai satu. Tempat saya berbagi ruangan dengan tiga orang yang lain. Dua di antaranya lebih sering berada di luar kantor. Sementara saya dan seorang teman yang lain cukup bahagia dengan berada di dalam ruangan. Di sebelah ruangan kami tersebut, merupakan kantor seorang pengacara. Lelaki tua berumur 60 atau 70 tahun, berperawakan kecil dan bertingkah laku (menurut saya) luar biasa menyebalkan.

Hal yang paling membuat saya sebal setengah mati adalah kata-kata favoritnya, “saya direktur di sini!!”. So?? Selama anda tidak bersikap seperti direktur, buat saya anda bukan. Salah satu karakter menyebalkan dari manusia seperti saya. Menurut saya, penghargaan membutuhkan usaha, bukan hanya kata-kata. Teman saya yang juga sering berada seruangan dengan saya, memiliki karakter yang jauh lebih sabar, selalu menyapa bapak tersebut dan sepertinya menjadi anak kesayangan Pak Haji (saya ngakak ketika mengetik kalimat ini). Saya, tidak pernah iri, hanya kagum saja terhadap kesabarannya.

Hari demi hari berlalu, dan saya seperti yang selalu saya lakukan terhadap orang yang tidak saya sukai, tidak menganggap orang tersebut ada. Sikap menyebalkan saya yang lain.

Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang lembur di kantor karena seharian saya harus mewawancarai calon crew kapal, Bapak tersebut duduk di seberang saya. Entah setan atau malaikat apa yang merasuki saya saat itu, saya menanyakan mengapa beliau belum pulang. Ia mengatakan bahwa dia sedang menunggu. Menunggu waktu sholat Isya, menunggu jam selesai 3 in 1 dan jalanan yang tidak terlalu macet karena dia harus mengemudi seorang diri, sopir yang selama ini bekerja padanya sudah mengundurkan diri. Saya terperangah. Jarak rumah dan kantor yang begitu jauh dengan usia beliau saat ini, cukup membuat saya khawatir, dan hal ini membuat saya mengatakan untuk hati-hati (jujur saja, kalau diingat-ingat lagi, ini cukup menyebalkan karena saya bisa dimanipulasi secara emosional). Dan dari sanalah pembicaraan kami mulai mengalir.

Pak Haji tersebut menceritakan masa-masa sekolahnya, pacarnya yang berganti-ganti, istri dan mertuanya yang asli ‘wong jowo’, serta pengalaman masa-masa dinasnya selama menjabat sebagai jaksa. Beliau bahkan menyanyikan lagu Malam Kudus serta mendaraskan doa Bapa Kami dalam bahasa Inggris, hasil ajaran romo-romo di sekolah Belanda tempatnya menimba ilmu bertahun yang lalu.

Saya tertawa, menangis dan menimpali ceritanya dengan beberapa kata sambil mendengarkan. Dan saya tersadar, orang tua yang duduk di hadapan saya saat ini hanya ingin untuk didengar. Apa yang dia katakana selama ini adalah usahanya untuk didengar dan diperhatikan. Kebutuhan untuk tetap dihargai meskipun usianya mulai senja dan dikelilingi oleh orang-orang muda. Kebutuhan yang akan selalu ada dan dibutuhkan oleh orang-orang di usia seperti beliau.

Kebutuhan untuk didengar. Sesederhana itu. Untuk meyakinkan dirinya bahwa ia masih dihargai.

Malam itu, saya membuat status di akun social media saya, “Listening The Lord Prayers from Pak Haji, I am crying.. Who said Moslems people can’t respect others religion?” Salah satu komentar yang saya dapatkan atas status tersebut adalah, “ jangan bilang lo jatuh cinta sama Pak Haji?” berasal dari teman seruangan saya yang selalu dengan sabar menghadapi pengacara sepuh tersebut. Dan saya hanya bisa tertawa. Karena saya, untuk kesekian kalinya terbukti salah dalam menilai orang.

Hari itu, saya belajar untuk mendengar. Mendengar bukan hanya memperkaya saya dengan berbagai pengalaman dan kisah hidup orang lain. Mendengarkan berarti belajar memberikan penghargaan terhadap hidup orang lain.

Dan dalam paragraf terakhir ini, meskipun mungkin dalam sebulan ke depan saya akan ditertawakan habis-habisan, I dedicated this note for you, Uni Milly. Saya takjub dengan kemampuanmu mendengarkan orang lain yang terkadang saya anggap tak penting atau menyebalkan. Sekarang saya tahu, mereka hanya meminta hal sederhana pada kita, orang muda. Waktu untuk mendengarkan.

Cheers,
Amel

P.S : Umur emang nggak bisa dibohongi ya, uni.. keliatan mana yang masih anak kecil… Mana yang emang udah…. Tua!!!! Yeaaaahhhh!!!!!!!!! *dirudal dari Pondok Gede* \m/

Kamu Tahu Apa Yang Lucu Dari Rindu?

Kamu tahu apa yang lucu dari rindu?
Rindu tidak mengenal jarak

Ia bisa saja menghampiri meskipun hanya terpisah sehasta.
Meskipun yang lebih sering, ia menghampiri ketika jarak begitu terpentang
Namun tak bisa disingkirkan dengan segitu saja

Tapi siapa yang bisa memberikan rumusnya?
Rasanya ketika rindu datang, sedekat apapun kita, akan selalu ada jarak yang terlihat.

Alasan lain mengapa rindu itu lucu…
Ia tidak mengenal waktu
Datang di pagi hari ketika kelopak mata kita baru terbuka
Mendesah bersama dengan udara subuh yang membeku
Merajai siang yang terik tanpa peduli ada seribu satu hal yang harus dikerjakan
Dan membentang di malam-malam panjang tanpa mimpi
Menghantui, di saat yang terkadang paling tak terpikirkan

Membuat gila
Menyesakkan
Tanpa bisa dihalau

Rindu tak bisa disingkirkan dengan memejamkan mata
Tetap menghampiri kita di alam mimpi meski kita bertameng lelah

Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap air mata yang perlahan menurun di tengah lelap
Menyayat dalam setiap helaan nafas

Dan kamu tahu apa yang paling menyesakkan?
Ketika ia datang kepadaku yang merindukanmu
Bahkan ketika kita berada di bawah atap langit yang sama
Menghela udara yang sama
Namun entah mengapa tak bisa saling menatap

 …..
Jakarta, 3 Maret 2012
06.53 pm

Losing My BlackBerry



Jakarta, 20 Februari 2012

Another day di McDonalds, Sarinah Thamrin. Entah mengapa, selalu menyenangkan untuk duduk disini. Mendengarkan dengungan percakapan yang seringkali tenggelam dalam keriuhan jalanan yang ada di bawah sana; pekikan tawa melengking segerombolan sahabat yang mereka terlihat luar biasa dengan t-shirt pas tubuh mereka dan celana pendek. Lantai dua restoran cepat saji ini selalu memberikan ide untuk tulisan baru melalui percakapan-percakapan sombong mereka yang ada di sini (melalui ponsel atau percakapan sekelompok pengunjung) atau melalui perubahan warna langit yang ada di sini.

Hari ini, saya duduk di sini sejak pukul 4 sore. Sejak penghalang matahari masih diturunkan supaya mereka yang berada du dalam ruang ber-AC tersebut tidak silau; sejak dua orang yang menggunakan meja kopi di dalam sibuk dengan laptopnya masing-masing hingga pada akhirnya mereka mengobrol sejenak (mungkin berkenalan dengan mengobrolkan cuaca :D) hingga mereka kembali disibukkan dengan laptop hitam dan pinknya. Saya duduk di meja dekat kaca pembatas sejak langit berwarna kuning cerah berubah merah, berganti menjadi biru navy menakjubkan dengan rintik yang sanggup membasahi seluruh jalanan di bawah, hingga akhirnya menjadi hitam legam. Ada seporsi sphagetti, sebungkus kecil kentang goring, empat buah cheese stick, segelas coke dan dua mug besar cappucinno (yang omong-omong, lebih banyak foamnya dibandingkan kopinya) yang menemani saya menghabiskan hampir 100 halaman buku The Winner Stands Alone milik Paulo Coelho. Masih ada berlembar-lembar lagi dari buku tersebut yang belum saya baca.. tapi godaan untuk menulis lebih besar.

Hari sabtu yang lalu, dalam perjalanan menuju Sarinah Thamrin, saya kehilangan sesuatu barang yang selama ini saya anggap sebagai hidup saya.. blackberry. Kecopetan (untuk yang pertama dan terakhir kali) amat sangat membuat shock. Saya sebenarnya tidak mengerti mengenai esensi mencuri. Mengambil barang atau ide atau apapun milik orang lain supaya terlihat “lebih” di mata orang lain. Hal itu, sekali lagi menurut saya.. picik, dangkal dan bodoh. Tapi tulisan ini bukan mengenai definisi mencuri. Para meneer dan sarjana hukum Indonesia lulusan Belanda sudah mendefinisikan dengan baik arti dan ganjarannya di Burgerlijk Wetboek berates tahun yang lalu dan masih digunakan sebagai salah satu Kitab Suci semua mahasiswa hukum di Indonesia selain KUHP.

Anyway, salah satu hal yang saya sayangkan ketika saya kehilangan BlackBerry adalah semua data yang ada di dalamnya. Semua nomor telpon, email dan pin semua yang saya kenal di Surabaya dan Malang hilang begitu saja. Dan kehilangan penunjuk waktu. Karena saya tidak memiliki arloji atau jam weker di kost, maka saya sempat kehilangan jejak waktu hingga saya membeli arloji, jam weker dan handphone murah keesokan harinya supaya saya tidak lagi perlu menerka waktu dan bisa menghubungi keluarga saya yang amat khawatir mendengar saya kecopetan.

Kehilangan benda yang entah bagaimana menjadi salah satu bagian dari tangan saya tersebut… Melegakan. Meskipun dalam prosesnya saya menjadi seperti orang yang sedang menyembuhkan diri dari kecanduan. Bagaimana tidak, BlackBerry menjadi benda yang pertama kali saya genggam sejak saya terbangun dan benda terakhir yang saya genggam sebelum saya tertidur. Saya, tidak bisa tidak, memeriksa BlackBerry setiap dua atau tiga menit sekali. Scrolling down timeline di twitter, membuat status update di facebook untuk mengetahui berita yang sedang panas, tertawa bila ada twit yang lucu dan konyol. Hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting, tapi pada kenyataannya menjadi penting seiring dengan berjalannya waktu dan menjadi candu.
Menyebalkan sebenarnya, kecanduan sesuatu yang sedikit konyol mengenai hal tersebut. Tapi terjadi. Saya bisa marah karena sinyal yang mendadak menghilang atau dangdutan. Mengabaikan orang-orang tersayang yang ada di dekat saya karena ada twit atau link yang lebih menarik untuk dibaca. Hal-hal yang sebenarnya jauh lebih penting dan bermakna dibandingkan sesuatu seperti sinyal yang payah.

Ketika saya mem-posting status di facebook dan twitter yang menyatakan bahwa saya kehilangan handphone dan meminta teman-teman saya menghapus pin saya, ada yang mengatakan (yang juga saya percayai dan katakana berulang-ulang dalam hati).. bahwa saya kehilangan telpon genggam karena akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar. BIG AMEN FOR THAT!!!! *raising my hand and believe*

Dan pada akhirnya, di sini… duduk di restoran cepat saji diiringi derum mobil, decitan rem dari jalanan di bawah sana, saya menyadari bahwa saya memang mendapatkan hadiah yang jauh lebih besar. Saya kembali bisa menikmati semua rasa, suara, bau dan warna langit itu tanpa harus selalu merasa untuk menyebarkannya kepada dunia melalui gambar atau twit. Dengan handphone sederhana yang ada, saya kembali mendapatkan esensi fungsi telpon genggam.. untuk mengirimkan pesan singkat dan menelpon. Selebihnya adalah bonus (meskipun ada beberapa saat tertentu ketika saya merindukan fungsi peta di BlackBerry).

Kehilangan smartphone membuat saya lebih berkonsentrasi membaca buku-buku yang selama ini terbengkalai karena saya lebih memilih untuk browsing dibandingkan membacanya. Papan mimpi saya mulai terisi kembali setelah untuk beberapa saat saya melupakan mimpi-mimpi saya. Menjalani kembali waktu teduh setelah selama ini berdoa dengan terburu-buru karena berpikir melewatkan berita penting di social media atau bbm (yang lebih sering ternyata tidak penting sama sekali). Dan yang terpenting dari semuanya, entah bagaimana caranya… saya menjadi lebih dekat dengan adik-adik dan orang tua saya melalui pesan-pesan pendek dan telepon-telepon mereka. Sujud syukur luar biasa untuk itu.

Jadi, apakah saya mendapatkan hadiah luar biasa dengan kehilangan telpon genggam saya? Jawabannya ya!!!! Saya mendapatkan kebebasan terhadap waktu saya setelah terbelenggu dengan kecanduan saya terhadap internet setiap waktu dan percakapan-percakapan singkat yang bermakna dengan orang-orang tersaya. Semua itu, terlihat sederhana namun hal-hal itu yang nyatanya membuat hidup lebih bermakna.

Cheers,
Amel

P.s : Saya mengalami kejadian luar biasa setelah kehilangan handphone. Mendapatkan bantuan dari seorang security yang tanpa banyak pertanyaan mengantarkan saya mengejar kopaja tempat saya dirampok. Keluarga saya : Papa, Mama, Adit dan Andina yang mengkhawatirkan saya dari jauh dan mengorbankan banyak hal. Danan Tyas, saudara sesame perantauan….. Semua cinta saya kepada kalian, malaikat-malaikat tanpa sayap yang selalu menjaga tanpa pamrih…

Oh, dan satu pesan terakhir yang kata Danan sangat mirip dengan sticker di busway… Please take care of your belongings, guys… Some people are just a jerk.