Malang, 29 Agustus 2014
Pagi ini, saya masih terbangun dengan kebas.
Perasaan bosan dan tersesat yang menggelayut beberapa hari terakhir ini masih
membungkus saya melewati jam demi jam. Dan saya masih tidak tahu bagaimana
harus menghilangkannya.
Salah satu rutinitas pagi saya adalah scrooling
sosial media, saya punya beberapa akun yang untungnya diisi oleh orang-orang
menarik. Pagi ini saya membaca tentang teman yang kehilangan mentor politiknya,
teman yang menceritakan pengalamannya naik gunung baru-baru ini dan teman yang
ingin pulang.
Pulang. Kata sederhana yang berarti banyak bagi
anak rantau. Sesederhana merindukan
keluarga atau orang yang dicintai. Sesederhana kembali ke pelukan seseorang. Sesederhana
menghirup dan merasakan semua bau, rasa dan hal-hal yang familier. Yang didekap
di dalam dada hampir sepanjang hidup dan dibawa kemana pun kita pergi.
Namun, hari ini, hari kesekian saya dikelilingi
perasaan kebas yang tak ketahuan ujung pangkalnya ini. Ketika saya membaca
status teman yang ingin pulang tersebut, saya bertanya kepada diri sendiri.
Apakah konsep pulang itu? Apa arti rumah? Apakah rumah dan pulang bisa
diartikan sebagai suatu kesatuan? Tempat dimana begitu banyak hal tercinta
berkumpul ataukah seseorang atau orang yang kita cintai? Apakah rumah hanya
sekedar tempat tinggal? Atau mengenai mereka yang begitu melekat di hati.
Saya percaya bahwa di mana hartamu berada, di situ
pula hatimu berada.
Tetapi, hari ini, sambil mendengarkan suara pagi, saya kembali mempertanyakan arti pulang.
Cheers,
Amel
Amel
No comments:
Post a Comment