Friday, August 11, 2017

Energi Positif



Mataram, 11 Agustus 2017

Tulisan pertama setelah hampir satu tahun tidak menulis. Ditulis menjelang tengah malam di pulau bagian tengah Indonesia. Diiringi Payung Teduh.  

Beberapa waktu belakangan saya merasa menjalani hidup seperti robot. Bangun, bekerja, pulang. Tidak ada lagi gairah untuk menjalankan sebuah proyek baru ataupun menulis seperti ini. Hal ini menjadi semakin terasa ketika saya berlibur selama 4 hari, dan hal-hal kecil yang biasanya akan membuat saya tersenyum, kembali bersemangat dan bahagia, tetap tidak bisa mengenyahkan apa yang saya rasakan.

Dan saya panik.

Bagi saya - seseorang yang mengagungkan kekuatan dari mimpi-mimpi dan kemungkinan untuk meraih apa yang saya inginkan, dimana mengumpulkan hal-hal kecil yang menjadi sumber kebahagiaan adalah hal yang mudah; tidak bisa menjadi bahagia adalah kutukan tersendiri. Saya menjadi bagian dari sebagian besar orang yang terperangkap dalam kepalanya sendiri.

Dan saya ketakutan.

Terperangkap dalam kepala kita sendiri. Terkutuk karena segala ketakutan yang tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat tersampaikan berkutat dan bergumul dalam kepala kita, tempat penyimpanan tak terbatas.

Sampai saya secara tidak sengaja bertemu dengan salah satu sosok yang saya kagumi di bandara. Sambil menunggu adik saya yang sedang mendaftarkan dirinya untuk menaiki pesawat pulang. 

Saya bertemu dengan Mbok Ni Luh Djelantik. Sosok luar biasa yang mengilhami begitu banyak orang, baik sebagai perempuan bisnis dan juga pecinta kebhinekaan yang tidak kenal lelah dan takut. Tetapi, saya begitu mengagumi beliau karena dia memanusiakan manusia dalam setiap cerita yang dia bagi di sosial medianya.

Singkat kata, saya meminta Mbok Niluh berfoto bersama. Dengan senyuman yang khas, beliau menyetujui permintaan saya, dengan pose merangkul pundak, foto kami diambil dalam 3 kali jepretan. Setelah itu, sambil mengucapkan terima kasih, beliau menanyakan nama saya dan memperkenalkan suaminya. Gestur sederhana yang memvalidasi bayangan saya tentang sosok Mbok Niluh. Kemudian, mereka pamit untuk pulang ke Bali sambil mengatakan bahwa saya harus selalu menjaga kesehatan.

Pertemuan kami tidak sampai 5 menit.
Akan tetapi begitu membekas dalam ingatan saya meskipun sudah berlalu lebih dari 30 hari yang lalu.

Dan ketika saya menyetir pulang, saya menyadari satu hal.
Saya bahagia.

Sesederhana itu.

Perasaan hangat dan positif berada dalam dada saya dan menyebar.
Perasaan bahwa saya bisa melalui hal apapun yang ada di hadapan saya. Bahwa apapun mimpi yang saya miliki bisa terjadi.

Dalam perjalanan selama 60 menit itu, sambil sesekali berhenti untuk memotret senja di sepanjang jalan tersebut, saya menyadari, bahwa saya begitu terserap pada hal-hal negatif yang ada di sekeliling saya. Betapa kepalsuan dan sikap egois yang ada di sekeliling saya menyerap habis harapan dan pikiran positif yang selama ini begitu mudah saya munculkan. Dan yang paling menyedihkan adalah, saya tidak mengucapkan rasa syukur yang selama ini begitu mudah saya ungkapkan. Saya terlalu tersedot dalam sesuatu yang begitu kelam dan melupakan mengenai hal-hal kecil sumber kebahagiaan yang selama ini menjadi bahan bakar saya untuk menjalani hari dengan mengucap syukur. Sesuatu yang sederhana namun begitu penting dalam menjalani situasi yang sedang saya hadapi.

A boost of positive energy.
Sesuatu yang terlihat sepele namun ternyata bisa membuat saya lebih tegar dalam menjalani keseharian saya.

Dan saya berharap, suatu hari nanti saya bisa menjadi energi positif bagi orang lain.
Dan bagi yang membaca tulisan ini, semoga anda selalu diberkahi energi positif kemanapun anda berada.

Cheers,
Amelia

No comments:

Post a Comment