Friday, November 4, 2011

Dan Mereka Jatuh Cinta.. Dalam Diam..

Tiara mendongakkan wajah dari buku yang dibacanya. Senyum tipis tersungging di bibirnya yang merah.

Diliriknya jam tangan.

14.25.

Selalu waktu yang sama di sabtu sore. Tidak pernah terlalu cepat. Tidak pernah terlalu lambat. Pas. Meskipun itu jam yang aneh. Lima menit kurang dari jam setengah tiga sore.

Lelaki dengan rambut tebal terpotong rapi, kemeja biru muda dan celana jins hitam. Ipad dengan pembungkus biru tua elegan. Dan tak lupa, tas kamera yang terlihat berat di bahunya.

Pesanannya : frappucinno, ice, tall. Akan didiamkan sekitar 10-15 menit sebelum disesap perlahan.

Lelaki itu akan menghabiskan minumannya sambil menggunakan gadget itu selama kurang lebih satu jam. Sebelum meninggalkan kedai kopi ternama itu.

Tiara senang mengamatinya. Ada sesuatu yang menyenangkan melihat lelaki itu memainkan ipadnya dengan serius, hingga terkadang mengerutkan kening.

Dan Tiara selalu ada disitu. Setiap sabtu pukul 14.25. Hanya untuk diam dan mengamatinya. Dan perlahan-lahan jatuh cinta.

...

Vrede mengusap keningnya yg sedikit berkeringat setelah memotret beberapa hal yang menarik dalam perjalanannya kemari. Tujuannya selalu satu. Segelas kopi dingin untuk Jakarta yang menyengat.

Ia sebenarnya tak suka kopi. Hanya menyukai suasana kedai kopi tersebut. Kopi pilihannya sama dengan kopi pertama yang dibelikan temannya bertahun-tahun yang lalu. Ketika ia pertama kali memasuki kedai ini. Tanpa pernah berubah. Dan ia memang tak ingin mencoba yang lain.

Matanya otomatis melirik ke kursi empuk di pojokan yang sedikit temaram. Dan disana ia melihat, seperti biasanya, gadis itu.

Dengan rambut merah yang sedikit menutupi wajahnya, kacamata tanpa frame dan salah satu kaki diletakkan sebagai alas duduknya di sofa, tampak nyaman di ruang yang sedikit temaram tersebut.

Ia suka mengamatinya membaca. Wajahnya yang berubah-ubah, terkadang serius, terkadang terkekeh kecil dan yang paling ia sukai, senyumnya yang sedikit miring. Terkadang gadis itu menulis. Tapi selalu ada ekspresi yang terlihat di wajahnya. Tanpa mempedulikan orang lain, seolah di dunianya sendiri.

Ia menyukainya. Menyukai semua ekspresi. Seandainya ia memiliki keberanian untuk mengeluarkan kameranya, berkenalan dan mengabadikan rautnya yang tak ternilai itu.

Tapi ia hanya mengamatinya dalam diam. Terkadang hanya meliriknya dari sudut wajah. Dan perlahan jatuh cinta tanpa tahu bagaimana mengungkapnya. Hanya mematrinya dalam memori..

...

Jakarta, November 4, 2011
1.34 am

P.s : Karena terkadang cinta tak perlu kata. Ia hanya membutuhkan satu pandangan, satu tatapan dan ia akan tahu. Hanya perlu hati yang merasa..

1 comment: