Malang, 9 Juli 2014
This is the day!
The election day is coming!
The election day is coming!
Euforia pemilihan umum kali ini sangat luar biasa. Hampir selama satu bulan terakhir semua media sosial yang saya miliki, pembicaraan dengan keluarga di rumah maupun teman-teman atau tontonan di televisi berkutat di pemilihan presiden 2014 ini. Gaung yang luar biasa, karena untuk kali ini, orang-orang muda negeri ini, orang-orang yang saya kenal – di mana pun mereka berada, memutuskan untuk menggunakan hak pilihnya, termasuk saya.
Hari
pemilihan umum, sebenarnya, adalah salah satu hari paling menyebalkan
untuk saya, karena suka tidak suka, saya akan beradu pendapat dengan
kedua orang tua saya. Mereka yang punya pendapat garis keras bahwa
memilih adalah kewajiban saya sebagai warga negara beradu dengan
pendapat keras kepala saya yang menyatakan bahwa memilih adalah hak.
Oleh karena itu, sekeras apapun usaha orang tua saya untuk meminta
saya menggunakan suara saya, selalu saya tolak. Bagi saya, memilih
berarti saya bertanggung jawab atas pemimpin pilihan saya. Jika saya
memilih dan pemimpin yang saya pilih buruk, saya punya andil meski
secuil kecil atas kemenangannya. Namun, jika saya tidak memilih,
tanpa beban apapun, saya bisa mengatakan, “ya, namanya juga
pemerintah. Brengsek kayak biasa.” Datar, lempeng, karena saya
memang tidak ikut ambil bagian apapun untuk menjadikannya pemimpin.
Pemilihan presiden
kali ini pun dimulai dengan sikap masa bodoh yang sama. Ya, saya
sudah pernah mendengar mengenai sepak terjang Jokowi, yang begitu
dipuja oleh warga Solo, yang berani mendongkrak patron yang ada
mengenai memilih wakil seperti Ahok dan aksi blusukannya yang
melegenda. Prabowo? Sedikit sekali yang saya ketahui mengenai dia
dari media, kecuali bahwa dia pernah menjadi calon wakil presiden
untuk Megawati di Pemilu 2009 dan dia memiliki latar belakang serius
terkait keterlibatannya dalam peristiwa Mei 1998. Sebulan yang lalu,
saya tidak peduli sama sekali. Sampai saya mendengar berita mengenai
kunjungan Babinsa ke rumah-rumah penduduk yang ada di sebuah
perumahan
(http://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/0957038/Datang.Rumah.ke.Rumah.Anggota.Babinsa.Arahkan.Warga.Pilih.Prabowo)
Saya
ingat sekali ada rasa tercengang dan marah ketika saya membaca
tulisan yang dimuat di kompas.com tersebut. Seperti kembali ke masa
ketika banyak warga negara yang tidak memiliki rasa aman untuk
menjalani kehidupannya dari segi apapun, terutama dalam hal kebebasan
mengeluarkan pendapat. Negara memiliki kewajiban mutlak untuk
memberikan rasa aman kepada setiap warga negaranya. Bisakah anda
semua membayangkan, seorang calon presiden – calon, belum menjadi
pemimpin negara – sudah bisa menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman
bagi masyarakat? Apa jaminannya dia bisa memberikan rasa aman dan
memberikan hak asasi bagi setiap warga negara?
Debat
capres-cawapres pada tanggal 8 Juni 2014 adalah titik ketika saya
memutuskan untuk menggunakan hak pilih saya hari ini. Topik mengenai
pelanggaran HAM adalah topik utama yang membuat saya mengambil
keputusan.
Saya
tidak mau, di masa yang akan datang, saya dan orang-orang yang ada di
sekeliling saya – keluarga maupun teman, apapun posisi, suku, agama
dan pandangan politiknya – hidup dalam ketakutan. Ketakutan untuk
tidak bisa bebas mengemukakan pendapat, ketakutan untuk tidak bisa
berkembang hanya karena dia memiliki suku tertentu, ketakutan untuk
tidak bisa menjalankan ibadah agamanya. Saya juga tidak mau,
anak-anak saya nantinya lahir dan hidup di dalam negara yang tidak
menghargai kebhinekaan yang seharusnya menjadi inti dasar Indonesia
yang luar biasa ini. Saya memiliki mimpi, semua orang memiliki
kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri dan dihargai oleh orang-orang
di sekitarnya dan didukung oleh negara melalui konstitusi yang ada.
Terlihat
muluk, tetapi saya percaya, suatu hari nanti hal tersebut akan
terwujud.
Dan
hal itu dimulai dari sekarang,melalui pemilihan presiden hari ini.
Oleh
karena itu, hari ini, saya memilih untuk memilih. Saya memilih untuk
memberikan suara saya untuk kehidupan yang lebih baik, bagi saya,
keluarga, teman-teman dan anak-cucu saya nantinya.
Untuk Indonesia, yang lebih baik daripada hari ini.
Untuk Indonesia, yang lebih baik daripada hari ini.
Selamat
berpesta demokrasi, saudara-saudariku. Pilihlah sesuai hati nurani
anda semua, untuk Indonesia yang lebih baik dan merdeka, tidak hanya
untuk hari ini tapi yang terutama untuk generasi penerus kita
nantinya.
Selamat
memilih!
Cheers,
Amel
Amel